Saturday, October 21, 2017

Tanah Kashmir Bernama Srinagar

Tepat satu bulan yang lalu, saya menginjakkan kaki pertama kali di tanah Kashmir. Sudah sejak lama bermimpi untuk datang ke tempat dengan pashmina dan karpet khasnya dan pemandangan pegunungan Himalaya yg menjulang tinggi namun menurut banyak orang terkenal juga dengan konfliknya. Terbukti dari berita ini. Sempat berpikir ulang sebelum pergi apakah cukup aman untuk travelling ke Kashmir dan daerah sekitarnya. Tapi teman saya di trip ini, Akbar, bilang the show must go on. Even setelah teman kami yg terpaksa harus cancel dalam trip ini (bukan krn takut konflik kashmir ya alasan dijelaskan lebih lanjut setelah ini). Saya dan Akbar adalah teman lama dan kita kuliah di sekolah kedinasan yg sama. Awalnya saya, Akbar, dan Adit (teman kuliah yg cancel) sepakat untuk menjelajahi Kashmir lewat jalur darat sampai ke Leh. Dirasa persiapan cukup matang, sekitar 10 bulan sejak pesan tiket, buat research sampai itinerary, akhirnya hanya saya dan akbar yg bisa pergi. Too bad Adit tidak bisa pergi karena alasan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan walaupun tiket sudah di tangan dan visa sudah issued. Sedih juga kalau dipikir-pikir krn persiapan yg cukup matang sampai-sampai saya dan akbar tidak bisa tidur sehari semalam (okay it's too much) tapi sekali lagi "the show must go on".

Kita tinggalkan Adit sejenak. Berdasarkan referensi dari salah satu teman di couchsurfing, kami bisa kontak seroang local guide disana yang bernama Shabeer. Setelah mengubungi Shabeer dia bilang bisa jemput kami di Srinagar International Airport. Dia tinggal di tengah kota Srinagar dan berdasarkan chat terakhir dia bilang dia bisa antar kami ke Leh dan kebetulan orang tuanya pemilik salah satu houseboat di Dal Lake. Benar-benar berita bagus setelah Adit tidak bisa join. Rencana awal kami memang stay semalam di Srinagar sebelum pergi ke Leh jalur darat.

Tidak lama mendarat di bandara Srinagar, kami pun langsung mengecek telpon selular dan tidak ada tanda sinyal. Terpaksa kami keluar bandara untuk mencari telpon umum untuk mengubungi Shabeer. Oh ya sebelumnya kami harus mengisi biodata di selembar kertas yang diberikan petugas bandara. Nama, pekerjaan, paspor, lama tinggal di Kashmir, dan sebagainya. Di luar bandara hanya ada beberapa orang yang menunggu. Bandara Srinagar terihat sepi pengunjung dan didominasi tentara yang berjaga lengkap dengan seragam dan senjatanya yang menggantung di leher. Meskipun begitu cukup aman karena tentara ramah terhadap pengunjung yang datang. Saat kami mencoba mencari ATM Tunai, seorang pria mendekat. Berbadan tinggi dan memegang sebuah buku tebal kami mencoba menebak apa buku tersebut. Ternyata berisi data pengunjung yang datang ke Srinagar. Kami pun diminta untuk mengisi sambil kami bertanya alamat houseboat milik ayah Shabeer. Dia merobek secarik kertas dan menulis alamat houseboat beserta tarif taksi yang bisa mengantar kami ke houseboat. Dia berkata "Over there" sambil menunjuk sebuah bangunan menyerupai counter taxi yang cukup dekat dari tempat kami berada. Segera saya dan Akbar pergi menuju counter dan memutuskan mengambil uang tunai di ATM di tengah kota. Kami pun pergi, tidak lupa mengucapkan "Syukria". Bahasa Kashmir yang berarti terima kasih.

Salah satu jalan di Srinagar
Selalu menarik bagi saya begitu keluar dari bandara suatu negara. Melihat pemandangan warga melakukan aktivitas sehari-hari, kita bisa mengetahui kebiasaan atau local customs yang biasa dilakukan. Dari bandara menuju Cheerful Charley Houseboat, tempat kami akan menginap di Dal Lake, menempuh waktu 30-45 menit. Tiba di Dal Lake, kami disuguhkan pemandangan yang luar biasa. Houseboat, literally rumah yang berbentuk kapal, tersusun rapi di atas danau yang tenang. Aslam, ayah mertua Shabeer telah menunggu kedatangan kami. Ditemani putrinya, Aslam menyambut kami sangat ramah seakan kami anggota dari keluarganya yang baru pulang merantau. Padahal kami baru pertama kali bertemu saat itu. Mereka pun mempersilakan kami pergi menuju houseboat untuk beristirahat. Sebelum sampai houseboat, kita perlu menggunakan Shikara (perahu kecil). Bisa berisi 5-6 orang, Shikara merupakan moda trasportasi utama yang dipakai penduduk Dal Lake sehari-hari. Sebagai keramahan lokal, Aslam membuatkan kami segelas teh hangat sambil bercerita awal mulanya houseboat berdiri. Dia mulai bercerita bagaimana ayahnya dulu merawat houseboat tersebut sampai akhirnya wafat dan mewariskan kepada Aslam. Dia berjanji akan mengantar kami mengelilingi Dal Lake nanti sore sambil melihat sunset. Luar biasa senang sampai sampai kami tidak bisa istirahat mengingat perjalanan yang cukup melelahkan dan mengabiskan malam sebelumnya di bandara New Delhi. Aslam pun pergi sebentar untuk menelpon Shabeer untuk memberitahu kami telah sampai. Kami pun memanfaatkan waktu untuk untuk bersih-bersih sekaligus menikmati pemandangan Dal Lake yang begitu tenang namun menakjubkan. Bergantian menggunakan kamar mandi, saya duluan. Akbar pergi ke bagian depan houseboat. Merenung. Cuma bercanda pastinya mengambil foto lewat kamera telpon selulernya yang special edition itu.
Papan J&K Tourism di dermaga Dal Lake

Shikara atau kapal kecil
Selesai pembersihan kami pun diajak Aslam untuk bertemu Shabeer yang telah menunggu di salah satu tempat makan miliknya. Ada rasa penasaran bagi saya seperti apa orang yang akan menemani kami selama perjalanan darat dari Srinagar ke Leh. Jarak tempuh 434km. Tidak banyak yg diketahui, mid 30, bekerja sebagai guide, Shabeer terlihat seperti orang Kashmir pada umumnya. Tinggi 165cm, muka ditutup dengan kumis dan bewok yg lebat, dia cukup lancar berbahasa Inggris walaupun terkadang kami tidak mengerti apa yg dibicarakan karena yang terlalu cepat. Setelah perkenalan kami pun menyampaikan itinerary kami dan bertanya apakah bisa dilakukan. Road trip Srinagar-Leh dianjurkan ditempuh selama 2D1N dimana menginap semalam di Kargil. Selain itu ada juga yang 3D2N menginap di Kargil dan Alchi atau Uleytopo. Karena akan lebih baik menginap semalam di Kargil selain untuk istirahat dan juga untuk tubuh kita beradaptasi terhadap ketinggian (aklimatisasi). Aklimatisasi sangat penting untuk mencegah AMS (Altitude Mountain Sickness). Singkatnya AMS itu penyakit yang disebabkan perubahan ketinggian yang sangat cepat dan tubuh kita belum cukup beradaptasi. Gejala terkena AMS mulai dari sakit kepala, mual, susah tidur, sampai pingsan. Kalo ada salah satu dari gejala itu muncul sangat disarankan untuk turun ke tempat dengan ketinggian lebih rendah. Leh berada dik ketinggian 3.500 metes di atas permukaan laut jadi kami pikir kami harus menyesuaikan tubuh dengan ketinggian tersebut. Jadi kami memilih 3D2N dan akan menginap di Kargil dan Alchi. Sore itu tidak banyak yang kami lakukan. Selain masih lelah karena perjalanan jauh kami pun makan sambil berdiskusi tentang perjalanan ke Leh besok. Shabeer bersedia mengantar kami ke Leh dengan mobilnya sendiri. We're leaving early tomorrow, maybe around six in the morning" ujarnya yakin. Tidah terasa langit mulai berubah jadi gelap, saya, Akbar, dan Aslam pergi kembali ke houseboat setelah berpamitan dengan Shabeer. Saya mampir ke ATM ; Akbar beli logistik untuk perjalanan besok seperti buah-buahan, wafer, dan air mineral.

Shikara Ride
Menjelang senja kami sempat mengelilingi Dal Lake menggunakan Shikara. Melihat matahari terbenam terasa sangat spesial disini apalagi ketika cahaya jatuh di atas houseboat. Salah satu sunset moment yang tidak akan pernah saya lupakan. Setelah mandi malam, kami diajak makan bersama dengan keluarga Aslam. Menu khas Kashmir, Mutton ditambah spicy kami melahap habis makanan yang dimasak oleh istri Aslam. Setelah mengucap "Syukria" kami pun kembali ke kamar houseboat. Istirahat.
Sunset di Dal Lake

Keeseokan pagi Aslam sudah siap mengantar kami. Jam setengah 6 pagi kami sudah bangun solat tanpa mandi. Air panas ternyata belum ada karena masih sangat pagi dan orang-orang baru mulai aktivitas jam 8. Kami mengemas tas dan berpamitan dengan keluarga Aslam sambil mengucapkan terima kasih atas pengalaman selama di Dal Lake. Di seberang houseboat terlihat kabut tipis yang menemani kami di atas Shikara. Aslam yang mengemudi. Spontan Akbar nyeletuk "I don't know you're riding Shikara". Aslam hanya memberikan senyuman kecil. Berarti dia mengiyakan atau tanda dia belum mengawali rutinitas di pagi hari hanya Aslam dan Tuhan yang tahu. Kurang lebih 15 menit kami menunggu akhirnya Shabeer datang. "What's up guys? Sorry I'm late". Kami pun segera menaikkan tas dan logistik yang sebelumnya dibeli di pusat kota. Berpamitan dengan Aslam. Syukria. Leh,we're coming!

Sisi depan houseboat

Aslam, pemilik houseboat

Travel Notes:
1. Rate semalam Cheerful Charley Houseboat: 2100 rupee
    No HP Aslam Dongala +9419065385
2. Shikara (sekali jalan) : 50 rupee
3. Bawa botol air minum karena di berberapa tempat makan di Kashmir bisa refill air

Tuesday, September 12, 2017

Wisata Arung Jeram di Sukabumi

 Akhir bulan Juli ini kebetulan saya dapat kesempatan untuk ikut pelatihan di Jakarta. Gak banyak ekspektasi sih secara dari jaman kuliah udah terbiasa dengan hiruk pikuk yang ditawarkan ibukota yg satu ini. Jadi udah gak berasa special lagi begitu. Pusdiklat Bea dan Cukai Rawamangun, tempat kuliah sekaligus pelatihan masih terasa seperti dulu, lengang cenderung sepi. Waktu pelatihan yg cukup lama dengan ditambah rutinitas pelatihan yg itu-itu saja membuat saya merasa agak bosan. Butuh piknik kalo kata anak gaul sekarang. Pertanyaannya, apa yg perlu saya lakukan untuk me-refresh pikiran? Dan pergi kemana?

Kereta dari Bogor turun di Stasiun Cibadak
Pernah kepikiran mau rafting bareng pasangan tapi rencana ini udah dari lama sekali. Kesibukan masing-masing ditambah tinggal di beda kota jadi lah kami harus mengatur jadwal dari jauh hari sampai saya dapat penawaran pelatihan di Jakarta barulah coba pilih tour yg bisa dipakai. Salah satu nama yg sering muncul dan recommended adalah Arus Liar di Sungai Citarik Sukabumi. Tour udah ok next cari teman jalan yg bisa diajak rafting bareng. Selain itu, rafting lebih seru berkelompok dan juga buat cari temen buat sharing cost buat sewa angkutan umum dari stasiun terakhir di Cibadak menuju lokasi rafting di Cikidang. Kebetulan uda dan istri mau ikut juga jadilah kami berempat menyusun itinerary sederhana, mulai dari tour sampai transportasi menuju Cikidang.


Sewa angkutan umum ke lokasi rafting tarif 20-25rb per orang

Unfortunately, kami kesana ketika curah air lagi sedikit +- 20cm saja dari yg biasanya 80cm. Pemandu kami bilang saat terbaik rafting di sungai citarik pada bulan oktober sampai desember.Tapi menurut saya yg baru rafting pertama di sungai jawa barat tidak lah mengecewakan. Kapan - kapan pasti balik kesini lagi dengan curah air lebih tinggi!
Tarif per 2017

Sertifikat mengikuti rafting sesuai jarak yang dipilih
Tampak depan basecamp



  





Friday, May 5, 2017

City Tour in Kupang

     Mungkin judul di atas lebih cocok kalau Anda transit dengan waktu yg agak lama di suatu bandara besar internasional, let's say Changi atau Abu Dhabi. Tapi dengan jadwal transit pesawat dengan interval waktu sekitar 16 jam, saya punya cukup waktu untuk explore kota ini.

     Jadi suatu hari GF tiba-tiba ngajak island hopping ke Labuan Bajo. Tanpa pikir panjang saya jawab iya karena udah lama sekali mau ke Pulau Padar (iya Padar dengan pemandangannya yg terkenal itu) dan pastinya lihat Komodo yg mendapat titel kadal terbesar di dunia. Kebetulan dia sedang ada pekerjaan di Kupang jadilah Kupang sebagai meeting point kita.

     Sebenarnya ada cukup banyak tempat yg bisa dikunjungi while in Kupang, contohnya Crystal Cave, Air Terjun Oenesu, Pantai Tablolong, Pantai Lasiana dan masih banyak yg lainnya. Cuma punya waktu kurang dari 24 jam, saya harus pintar pilih tempat mana yg bisa dikunjungi. Karena keesokan harinya saya sudah harus kembali ke bandara internasional El Tari untuk ambil pesawat paling pagi ke Labuan Bajo. Akhirnya saya pilih tempat yg paling terkakhir, yaitu Pantai Lasiana. Cukup dekat dari bandara (sekitar 15km) dan akses jalan lumayan jelas.
Patung di bagian depan El Tari International Airport

     Ada yg berbeda begitu sampai di tanah Kupang. Perasaan berbeda dibandingkan begitu keluar pesawat ke Tangerang atau Jakarta. Seperti ada unknown feeling, tapi saya yakin itu bukan dari first time experience saya kesana.Setelah agak jalan keluar bandara untuk ambil beberapa foto, baru lah saya tau kalau perasaan itu datang dari kehangatan orang Kupang yg senantiasa memberikan senyum setiap saya berpapasan dengan mereka. Senyum yg sangat jarang ditemui di kota-kota besar lainnya. Seakan berada di sebuah keluarga besar dan kita berada di tengahnya. Such an amazing feeling!

Mengejar Sunset
     Tak lama selesai foto di sekitar bandara, datang seorang lelaki paruh baya menghampiri. Umurnya sekitar 40an saya tebak. Dia pun bertanya 'Darimana kakak?'. Bagi masyarakat Kupang panggilan kakak ditujukan bagi panggilan orang yg lebih tua. Kakak nyong untuk laki-laki, sedangkan kakak nona untuk perempuan. Jadi jarang sekali ada yg panggil mas seperti kebanyakan di daerah Jawa. Saya jawab saja dari Semarang dan setelah cukup mengobrol tentang tujuan saya ke Labuan Bajo, dia langsung cerita soal pengalamannya dulu waktu bekerja di salah satu provider untuk membangun salah satu towernya disana. Kakak Riki namanya. Saya cerita jg mau ke pantai Lasiana. 'Cukup dekat kok dari sini bisa saya antar kalo mau' kata Kakak Riki. Ah baik sekali langsung saja saya jawab iya. Setelah nego harga akhirnya dapat harga 40rb dengan rute bandara - Pantai Lasiana - Hostel. Ada beberapa pilihan hostel atau hotel jika mau transit di Kupang. Ada hotel Trogaz (atau Torgaz?) dan hotel Flamboyan, lokasi dekat dari bandara, tidak sampai 10 menit sudah sampai dan kedua hostel itu berdekatan. Dipisah warung dan penjuan nasi goreng (malam hari). Rate nya pun cukup terjangkau: 100rb untuk non AC dan 150 rb untuk yg AC.



Pohon yang tumbuh di garis Pantai Lasiana

Sunset di Pantai Lasiana
Travel Note : nomor hp kakak Riki (ojek) : 082146238555
Biaya masuk ke Pantai Lasiana: Motor Rp 1.000 dan per orang @ Rp 2.000
No. Telpon Hotel Flamboyan : 081 237 106 111







Thursday, April 13, 2017

Resurrection

After a quite-long hiatus, saya kembali lagi menemukan blog ini untuk menulis. Alasannya cukup cliche yaitu sibuk dengan pekerjaan ditambah lagi adanya social media seperti Facebook, Twitter, ataupun Instagram yang dengan mudah digunakan setiap orang even keponakan umur 7 tahun dengan lantangnya menanyakan apa akun instagram saya (what is wrong with your toys?).

Masih terjebak di panasnya langit dan banjirnya jalanan di Semarang, saya akan menambahkan post di blog ini terutama berkaitan dengan kota tersebut. Tentu masih berkutat dengan makanan dan tempat wisatanya.

Happy Easter!